Kesehatan : Harta yang Paling Berharga Selain Keluarga


Sumber : http://bukhari.or.id/ilustrasi-siluet-keluarga/


“Harta yang paling berharga adalah keluarga…..”
Yep, pasti kalian gak asing kan sama lagu itu? Atau bahkan kalian bacanya sambil nyanyi? Harusnya sih iya, soalnya aku yang nulis pun sambil nyanyi ehe. Oke, jadi hal yang mau aku bahas disini sebenarnya gak ada hubungannya sama lagu itu, eh atau mungkin ada ya. Hal yang mau aku bahas disini adalah sesuatu yang sangat BERHARGA selain keluarga, yaitu KESEHATAN. Kenapa kesehatan itu aku anggap sesuatu yang berharga selain keluarga? Ya karena menurut lirik lagu tadi, harta yang paling berharga adalah keluarga dan aku setuju sama hal itu. Because I’ve realized that family is my first priority. Tapi, ada hal lain yang juga sangat berharga dan tidak bisa kita sepelekan, yaitu kesehatan dan ini nantinya akan ada hubungannya juga dengan keluarga. 
Aku akui aku emang baru sadar akan pentingnya kesehatan sejak sekitar 2 bulan yang lalu. Semua itu karena aku sakit sampai harus dirawat di rumah sakit. Sebenarnya sejak dulu aku juga pernah sakit yang sampai dirawat di rumah sakit, tapi kenapa dulu aku tetep gak sadar akan pentingnya kesehatan? Jadi, dirawat di rumah sakit kali ini itu beda karena aku dirawat di rumah sakit di perantauan. Ya, aku sakit dan dirawat di rumah sakit di Yogyakarta. Bayangin aja, waktu itu sekitar awal Februari 2018, aku baru aja balik ke Yogyakarta setelah pulang kampung untuk liburan semester, baru aja jauh lagi dari keluarga, dan aku harus dirawat di rumah sakit. Benar-benar pengalaman yang gak terlupakan menurutku. Biasanya saat aku sakit di rumah pasti yang bakal ngurusin itu adalah keluarga, tapi di sini aku hampir sendirian. Untungnya aku masih punya teman-teman baikku yang setia buat merawat dan ngurusin semua kebutuhanku selama aku sakit dan dirawat di sini. Makasi banyak guys, aku sayang kalian. Tapi, aku bahkan gak bisa bayangin gimana perasaan orangtuaku di rumah saat dikabari kalau anaknya yang sedang jauh dari mereka jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit. Entah udah seperti apa rasa cemas yang mereka rasakan saat mereka tau bahkan mereka gak bisa melihat langsung kondisi anaknya yang sedang sakit di tanah rantauan.

Lanjut cerita lagi, sebenarnya sakitku itu adalah karena ulahku sendiri. Aku sakit gangguan lambung karena kebiasaan buruk yaitu makan gak teratur. Jujur aja, sejak dulu aku paling susah kalau disuruh buat makan tepat waktu. Selama masih di rumah pun, Ayahku mungkin udah bosen ngingetin aku untuk selalu sarapan dulu tiap pagi dan harus jaga biar tepat waktu untuk makan. Tapi, karena berbagai alasan, entah itu bangun kesiangan lah, gak lapar lah, dan entah alasan apalagi aku hampir selalu melewatkan sarapan. Sejak pindah dan merantau ke Yogyakarta, kebiasaan burukku dalam hal makan semakin menjadi-jadi. Gak ada lagi ayah dan ibu yang setiap pagi maksa untuk sarapan dulu, gak ada lagi mereka yang ngingetin dan maksa untuk makan kalau udah waktunya makan. Bahkan lebih buruknya lagi, dengan mengatasnamakan “irit” aku bahkan sering skip sarapan dan makan siang lalu cuma makan malam doang. Aku akui itu emang keputusan bodoh yang sebaiknya jangan ditiru oleh siapapun.

Selama ini aku emang belum merasakan efek apapun ke kesehatanku dengan kebiasaan buruk itu. Aku tetap ngerasa sehat-sehat aja jadi ya kebiasaan itu terus aja aku ulangi. Entah ya, aku juga heran dengan sifat manusia (atau cuma sifatku sendiri?) yang suka menganggap remeh suatu hal karena hal itu dirasanya gak berdampak buat dia. Padahal, sebenarnya setiap hal yang kita lakukan pasti ada konsekuensinya, cuma mungkin konsekuensi itu belum kita rasakan saat itu juga. Setelah masih bandel dengan kebiasaan burukku itu, akhirnya aku dapat konsekuensinya : sakit gangguan lambung. Setimpal. Sakit ini benar-benar bikin aku sadar kalau yang aku lakukan selama ini SALAH. Bahkan, niatku untuk “irit” dengan membatasi makanku menjadi makin gak teratur itu juga adalah salah besar karena hal itu malah bikin aku sakit dan sakit perlu biaya pengobatan. Malah makin boros.

Setelah sembuh pun, aku masih merasakan dampaknya yang bikin aku benar-benar menyesali kebiasaan makanku yang gak teratur itu. Dulu, dengan kebiasaan buruk makan gak teratur bahkan gak makan sama sekali aku masih bisa ngerasa sehat dan baik-baik saja, tapi sekarang cuma telat makan sedikit aja aku udah ngerasa lemes, pusing, dan mual. Ya, inilah konsekuensi yang harus aku terima. Mungkin ini juga salah satu cara Tuhan mengingatkanku dan “memaksa”-ku untuk makan tepat waktu.

Oke, dari cerita panjang lebar tentang pengalaman sakitku ini sebenarnya aku benar-benar ingin menekankan kalau kata-kata bijak “lebih baik mencegah daripada mengobati” itu memang sangat benar adanya. Kesehatan merupakan hal yang sangat berharga. Kalau kita gak sehat, bukan cuma diri kita sendiri yang bakal susah, tetapi orang-orang di sekitar kita juga. Mungkin kamu ngerasa gak masalah atau bahkan bodo amat saat kamu sakit karena kamu pikir “toh sakit ini aku yang rasain”, tapi kamu mungkin gak sadar ada hati keluargamu yang sedih melihatmu sakit. Mereka tentu gak akan mengeluh saat merawat kamu karena mereka memang tulus untuk itu, tapi rasa sedih itu pasti selalu ada. Jadi, kalau kamu memang menganggap keluargamu adalah harta yang paling berharga maka kamu harus bisa juga menjaga “harta”mu lainnya yang juga sangat berharga yaitu KESEHATAN. Jangan sampai sakitmu membuat sakitnya hati keluargamu. Dimanapun dan kapanpun itu, jagalah kesehatanmu. Bukan cuma demi diri sendiri, tetapi juga untuk demi keluarga dan semua orang yang menyayangi kita.

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Nice kak👍, ditunggu postingan selanjutnya ya😄

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ilmu itu untuk dimengerti, bukan untuk dikompetisikan

A Letter to All My Beloved Friends yang di Bali maupun di Jogja.